Pengaruh Media Sosial pada Pengguna terhadap Kesehatan Mental Remaja

 Pengaruh Media Sosial pada Pengguna terhadap Kesehatan Mental Remaja


     Di era globalisasi ini, perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi telah berkembang dengan pesat. Hal itu dibuktikan dengan adanya kemudahan mengakses internet untuk terhubung dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia tanpa harus bertatap muka secara langsung, hanya menggunakan berbagai media sosial.

     Media sosial telah menjadi bagian dari cara berinteraksi sehari-hari, bagi hampir setiap orang. Meski begitu, tidak sedikit juga yang belum menggunakannya dengan bijaksana sehingga dampak negatif media sosial masih sulit untuk dihindari.

     Pengguna sosial media di masyarakat tentu sudah menjadi salah satu kebutuhan sehari-hari. Terutama bagi orang dewasa, remaja, hingga anak-anak. Tak dipungkiri bahwa sosial media telah terinteragsi dengan kuat ke dalam kehidupan, tanpa terkecuali bagi masyarakat Indonesia. Sebab, sosial media membuat setiap orang dapat menggunakan ponsel mereka untuk mencari informasi sekaligus tetap terhubung dengan orang lain secara mudah.

     Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia sampai tahun 2017 mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut 95% menggunakan internet untuk mengakses jaringan sosial.

     Tak heran jika keberadaan media sosial menjadi jembatan penghubung ke dunia luar yang lebih luas. Namun perlu diingat kembali bahwa seperti halnya teknologi pada umumnya, penggunaan media sosial tentunya memiliki pengaruh baik dan pengaruh buruk pada berbagai aspek kehidupan penggunanya, terutama pada segi kesehatan mental pengguna.

     Di satu sisi keberadaan media sosial dapat membantu remaja mengembangkan keterampilan komunikasi, berteman, mengejar bidang minat, dan berbagi pemikiran dan ide. Namun di sisi yang lain, media sosial memiliki dampak negatif pada pengguna termasuk resiko penyakit mental. National Institute of Mental Health melaporkan bahwa penggunaan media sosial dapat meningkatkan resiko gangguan mental pada remaja usia 18-25 tahun.

     Banyak remaja yang terlarut dalam media sosial sehingga menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh, padahal tujuan awal keberadaan media sosial adalah untuk membuat manusia bersosial, kini media sosial telah bermetamorfosis menjadi media asosial. Berdasarkan riset situs HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk "Global Digital Reports 2020" yang dirilis akhir Januari lalu, Indonesia masuk ke dalam 10 besar negara yang paling lama mengakses internet. Rata-rata penggunaan media sosial di Indonesia mencapai 3 Jam 26 Menit per Hari.

     Remaja cenderung menggunakan media sosial saat ada waktu luang, merasa tidak ada kerjaan, atau sekedar menunggu sesuatu. Terlebih dari itu hampir 70% dari mereka menggunakan media sosial secara berlebihan, mereka bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk memantau media sosial mulai dari Instagram, pindah ke Twitter, lalu Facebook, dll.

     Tiga platform media sosial paling populer di kalangan remaja adalah Youtube (digunakan oleh 85% remaja, menurut survei 2018 Pew Research Center), Instagram (72%) dan Snapchat (69%). Penelitian yang dilaporkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan mental terutama masalah internalisasi alias citra diri.

     Aktivitas tersebut telah menjadi kebiasaan baru di era milenial saat ini. Kebiasaan baru ini menyebabkan munculnya rasa kehilangan ketika gawai lupa dibawa kemana-mana. Seseorang cenderung akan merasa aneh karena tidak bisa berselancar di media sosial tanpa gawai, seolah-olah gawai lebih berarti dari segalanya.

     Kecanduan terhadap media sosial tersebut memberikan efek buruk bagi kesehatan mental. Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala bentuk gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang dengan menggunakan kemampuan pengolahan stress. 

     Melihat foto atau video yang diunggah oleh seseorang, secara tidak langsung dapat memengaruhi diri kita. Pengaruh tersebut berkenaan dengan harga diri dan penilaian terhadap diri sendiri. Ketika seseorang membandingkan suatu unggahan terhadap keadaan dirinya sendiri, dapat menimbulkan berbagai penyakit yang berhubungan dengan mental.

     Bagaimana penggunaan media sosial dapat meningkatkan resiko kesehatan mental remaja? Faktanya adalah di media sosial remaja juga mengalami perlakuan buruk. Survei Pew Research Center tahun 2018 tentang remaja Amerika Serikat (AS), menunjukkan bahwa satu dari enam remaja telah mengalami setidaknya satu dari enam bentuk perilaku penganiayaan online mulai dari:

  • Panggilan nama (42%)
  • Menyebarkan rumor palsu (32%)
  • Menerima gambar eksplisit yang tidak diminta (25%)
  • Mendapatkan ancaman fisik (16%)
     Hal yang membuat kondisi ini semakin buruk adalah ketika remaja menganggap hal-hal negatif yang terjadi di media sosial sebagai hal yang lumrah dan "resiko" dari ebrmain di media sosial. Jika hal ini terus dibenarkan, maka dapat memicu masalah yang lebih serius lagi.

     Bukan tak mungkin remaja yang menjadi korban penganiayaan di online justru malah melakukan hal yang sama kepada orang lain. Menggunakan media sosial dengan cara yang cerdas adalah salah satu upaya membentengi diri dari dampak negatif konsumsi media sosial terhadap kesehatan mental.

Berbagai bukti kaitan antara depresi dan media sosial

     Salah satu peneliti studi, Jordyn Young dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat. Mengemukakan bahwa seseorang yang lebih jarang menggunakan media sosial umumnya cenderung tidak depresi dan tidak kesepian. Ia juga menambahkan, mengurangi penggunaan media sosial dapat menyebabkan terjadinya perbaikan, utamanya dalam hal kualitas kesejahteraan hidup seseorang.

     Studi tersebut melibatkan 143 mahasiswa dari Universitas Pennsylvania yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok: kelompok yang diperbolehkan melanjutkan penggunaan media sosial seperti biasan dan kelompok yang diberikan batasan signifikan terhadap penggunaan media sosialnya.

     Selama tiga minggu, kelompok yang dibatasi tersebut hanya boleh mengakses media sosial paling lama 30 menit setiap harinya. Waktu tersebut dibatasi, yaitu 10 menit untuk masing-masing tiga platform yang berbeda, yakni Facebook, Instagram, dan Snapchat.

     Untuk memastikan kondisi eksperimental tetap berjalan, para peneliti melihat data penggunaan aplikasi di ponsel para peserta, yang mendokumentasikan berapa lama waktu yang digunakan untuk membuka masing-masing aplikasi setiap harinya. Pada akhir studi, didapat hasil bahwa pada kelompok yang dibatasi penggunaan media sosialnya, tampak terdapat penurunan gejala depresi serta kesepian setelah membatasi penggunaan media sosial.

     Para pakar berhipotesis, ini merupakan akibat suatu konten yang biasanya telah dipilih secara saksama, dalam arti hanya menampilkan apa yang ingin orang tersebut perlihatkan. Misalnya mengunggah makan di restoran mewah, dokumentasi kebahagiaan liburan keluarga, liburan romatis dengan pasangan, pesta dengan teman-teman, atau konten lain yang umumnya ingin memperlihatkan keriaan atau energi positif lainnya.

     Orang-orang yang melihat konten tersebut akan membandingkan hidupnya dengan konten yang ia lihat, yang mana konten tersebut terkesan jauh lebih menarik. Adanya perbandingan inilah yang diduga memicu seseorang mengalami depresi.

     Karena sudah ada hasil studi yang mengemukakan bahwa aktivitas media sosial yang berlebihan dapat mengakibatkan rasa kesepian dan depresi, karenanya anda diharapkan bersikap bijak dalam hal penggunaannya. Misalnya saat bersama dengan teman-teman atau keluarga, baiknya jangan sibuk memandangi smartphone. Ingat, kebersamaan di dunia nyata jauh lebih membahagiakan ketimbang sibuk melihat berbagai konten unggahan di media sosial.

Dampak Negatifnya

     Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sosial media secara berlebihan dapat memberikan berbagai dampak negatif, antara lain:

  • Kecemasan atau Anxiety
Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam Jurnal Computers and Human Behaviour, orang yang dilaporkan menggunakan tujuh atau lebih platform sosial media, tiga kali lebih mungkin mengalami gejala kecemasan umum tingkat tinggi, dibanding mereka yang hanya menggunakan sekitar dua platform sosial media saja. Meski begitu, belum dapat dipastikan secara jelas apakah dan bagaimana sosial media dapat menyebabkan kecemasan.
  • Memicu Depresi
Beberapa penelitian telah menemukan adanya keterkaitan antara depresi dan penggunaan sosial media. Salah satunya adalah penelitian yang melibatkan lebih dari 700 siswa menemukan bahwa gejala depresi. Misalnya seperti suasana hati yang rendah, perasaan tidak berharga, dan putus asa, berkaitan dengan kualitas interaksi secara daring. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya lebih banyak interaksi negatif pada mereka yang memiliki tingkat gejala depresi lebih tinggi. Bila dibandingkan dengan mereka yang tingkat gejala depresinya lebih rendah.
  • Mengganggu Kualitas Tidur
Tidur yang cukup dan berkualitas tentu berkaitan dengan kesehatan tubuh dan mental secara keseluruhan. Namun, pencahayaan buatan yang berasal dari smartphone dipercaya dapat mengganggu kualitas tidur. Penelitian telah menemukan bahwa hal tersebut dapat menghambat produksi hormon melatonin tubuh. Perlu diketahui bahwa hormon melatonin adalah hormon yang membantu seseorang tertidur dan mengatur pola tidur.
  • Menimbulkan Kecanduan
Dilansir dari Medical News Today, Dr. Shannon M. Rauch dari Universitas Benediktin di Arizona, Amerika Serikat, mengatakan bahwa salah satu alasan utama kita menggunakan sosial media adalah mengalihkan perhatian dan menghilangkan kebosanan. "Oleh karena itu, sosial media memberikan penguatan setiap kali seseorang masuk", katanya.
Perilaku tersebut dapat menyebabkan kecanduan sosial media. Faktanya, perilaku seperti itu sangatlah umum, sehingga para peneliti telah menciptakan skala psikologis untuk mengukur kecanduan, yaitu Skala Kecanduan Facebook Berge (BFAS).

Menjaga Kesehatan Mental Sembari Bersosial Media

     Upaya untuk mencegah dampak negatif dari penggunaan media sosial oleh remaja dimulai dengan mendidik remaja tentang bahaya yang diberikan oleh media sosial. Salah stau cara paling efektif lainnya adalah memastikan penggunaan media sosial remaja memiliki dampak positif pada kehidupan.

     Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Social and Clinical Psychology menemukan bahwa mahasiswa sarjana yang membatasi waktu mereka di Facebook, Instagram, dan SnapChat, hingga 10 menit setiap hari atau total 30 menit penggunaan untuk semua media sosial umumnya memiliki citra diri yang lebih positif.

     Para siswa yang membatasi penggunaan media sosial mereka hingga 30 menit sehari melaporkan lebih sedikit depresi dan kesepian setelah tiga minggu. Selain itu, ada peningkatan mood yang mengurangi tingkat depresi.

     Para remaja umumnya menjadikan media sosial sebagai pembandingan diri dan orang lain. Ini dapat merusak citra diri yang sehat. Banyak perempuan merasa penampilannya buruk saat melihat penampilan orang-orang di media sosial.

     Tantangan terbesar buat orangtua zaman sekarang adalah memastikan anak-anak remajanya menggunakan media sosial secara positif. Seringkali pola konsumsi media sosial pada remaja justru menyontoh orangtuanya.

     ketika orangtua lebih banyak menghabiskan waktu di gadget dan jarang mengajak anaknya terlibat dalam aktivitas di dunia nyata, maka anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu di dunia online.

Terdapat beberapa cara untuk mengatasi kecanduan media sosial khususnya bagi remaja sebagai berikut:

  • Offline sejenak dari media sosial
Alihkan penggunaan media sosial dengan memperbanyak sosialisasi di kehidupan nyata, seperti dengan keluarga atau teman yang mendukung dan peduli denganmu.
  • Buat batasan yang tegas untuk penggunaan media sosial
Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan alarm atau stopwatch untuk mengontrol penggunaan media sosial setiap harinya. Menurut para ahli, ketika seseorang sudah terbiasa membatasi waktu yang digunakan di media sosial, akan membuat kita bisa mengatur diri sendiri untuk tidak ketergantungan terhadap platform tersebut.
  • Cari kegiatan yang lebih bermanfaat
Semakin sibuk seseorang menghabiskan waktu di kegiatan lainnya seperti berolahraga, kumpul bersama keluarga atau teman-teman, maka semakin tak ada waktu untuk terpaku pada media sosial. Hal tersebut akan efektif untuk mengurangi intensitas berselancar di media sosial.
  • Gunakan secara bijak
Sebelum melakukan sesuatu di media sosial ada baiknya dipikirkan terlebih dahulu karena menggunakan media sosial dengan bijak akan mendatangkan berbagai macam manfaat.
  • Matikan notifikasi
Dengan mematikan notifikasi, seseorang akan lebih berfokus dalam melakukan sesuatu yang sedang dikerjakan.


Terima Kasih

Postingan populer dari blog ini

Beberapa Alasan Service Handphone Memakan Waktu Lama

Komunikasi Antarpribadi